Apa itu hari tasyrik? Hari tasyrik artinya hari-hari untuk menikmati nikmat Allah, bukan untuk menahan diri dari makan dan minum. Oleh karenanya, hari tasyrik termasuk hari hari yang dilarang untuk berpuasa.
Hari tasyrik jatuh pada tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah. Meski sering dikaitkan dengan hari tasyrik Iduladha, sebenarnya istilah ini mencakup makna dan sejarah yang lebih dalam dari sekadar waktu pelaksanaan qurban. Terdapat larangan hari tasyrik yang perlu kita jauhi, serta amalan hari tasyrik yang sebaiknya kita lakukan.
Pengertian dan Asal-Usul Hari Tasyrik
Secara etimologi, tasyrik berasal dari kata syarraqa yang berarti “matahari terbit” atau “menjemur sesuatu”. Nama ini muncul karena pada masa dahulu, kaum Muslimin biasa menjemur daging hewan qurban agar tahan lama, mengingat belum adanya teknologi penyimpanan seperti sekarang.
Baca Juga:
HaloZakat Tebar Berkah Kurban ke 17 Kota Kabupaten : Ribuan Wajah Bahagia Sambut Daging Kurban
Berdasarkan historisnya, penamaan hari tasyrik juga tidak lepas dari kebiasaan masyarakat Arab dahulu dalam memanfaatkan daging qurban. Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Ibnu Manzhur dalam Lisan al-Arab, ada dua pendapat utama tentang asal-usul istilah tasyrik.
Pertama, karena pada hari itu daging qurban dijemur untuk dijadikan persediaan. Kedua, karena penyembelihan qurban dilakukan setelah matahari terbit. Dengan demikian, hari tasyrik bukan hanya soal waktu, tapi juga simbol syukur, pengorbanan, dan perayaan nikmat dari Allah.
Dalam konteks ibadah, hari tasyrik merujuk pada tiga hari setelah Iduladha yang memiliki keistimewaan tersendiri dalam ajaran Islam, baik bagi jamaah haji maupun umat Islam secara umum. Bahkan, Rasulullah Saw. menyebutnya sebagai hari raya umat Islam.
“Sesungguhnya hari Arafah, hari Nahr (Iduladha), dan hari-hari tasyrik adalah hari raya kita kaum Muslimin. Itu adalah hari-hari makan dan minum.” (HR. An-Nasa’i, no. 2954).
Larangan Hari Tasyrik
Hari tasyrik ditetapkan sebagai hari hari yang dilarang untuk berpuasa, baik puasa wajib maupun sunah. Larangan ini berlaku pada 11, 12, dan 13 Zulhijah, kecuali bagi jamaah haji yang tidak menemukan hewan qurban.
Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak diperkenankan untuk berpuasa pada hari-hari tasyrik kecuali bagi orang yang tidak mendapatkan hewan qurban.” (HR. Bukhari).
Selain larangan puasa, umat Islam juga tidak dibenarkan menetapkan ibadah atau amalan hari tasyrik secara khusus tanpa dasar dalil yang sahih. Misalnya, doa-doa tertentu atau ritual khusus yang diklaim memiliki keutamaan di hari tasyrik padahal tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Penyembelihan hewan qurban juga dibatasi hanya sampai hari tasyrik berakhir, yaitu 13 Zulhijah sebelum matahari terbenam. Dilarang menunda-nunda penyembelihan tanpa adanya alasan yang dibenarkan. Menyembelih qurban di luar rentang waktu ini tidak lagi dianggap sebagai ibadah qurban, melainkan sembelihan biasa.
Tidak kalah penting, meskipun hari tasyrik disebut sebagai hari makan dan minum, Islam tetap mengajarkan untuk tidak berlebihan. Berfoya-foya, mubazir, atau menjadikan momen ini sebagai ajang kemewahan jelas bertentangan dengan semangat syukur yang diajarkan. Hari tasyrik adalah waktu untuk menikmati nikmat Allah dengan cara yang bijak, penuh syukur, dan tetap dalam koridor ibadah yang benar.
Amalan Hari Tasyrik
Meskipun termasuk hari-hari yang dilarang untuk berpuasa, justru pada hari tasyrik umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak dzikir, doa, serta amal ibadah lainnya. Apalagi bulan Zulhijah merupakan salah satu bulan haram di mana setiap amal akan dilipatgandakan pahalanya.
Berikut amalan hari tasyrik yang bisa kita optimalkan pelaksanaannya:
1. Memperbanyak Dzikir dan Takbir Setelah Shalat
Hari tasyrik adalah waktu yang secara khusus disebut dalam Al-Qur'an sebagai momentum untuk memperbanyak dzikir. Allah berfirman, “Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang terbilang.” (QS. Al-Baqarah: 203).
Para sahabat seperti Ibnu Umar dan Ibnu Abbas menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “hari-hari yang terbilang” adalah hari tasyrik, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah. Dalam konteks ini, dzikir yang dianjurkan tidak terbatas pada hati dan lisan saja, tetapi juga melalui amalan yang terstruktur seperti takbir muqayyad.
Baca Juga:
Takbir muqayyad adalah takbir yang dilantunkan setelah setiap shalat fardhu, dimulai sejak subuh hari Arafah (9 Zulhijah) bagi yang tidak berhaji, dan sejak zuhur hari Nahr (10 Zulhijah) bagi jamaah haji, hingga asar tanggal 13 Zulhijah.
2. Menyempurnakan Ibadah Kurban hingga Akhir Hari Tasyrik
Salah satu amalan paling utama pada hari tasyrik adalah menyembelih hewan kurban. Waktu penyembelihan tidak terbatas hanya pada hari tasyrik Iduladha, tetapi diperpanjang hingga hari tasyrik berakhir.
Perbedaan pendapat memang ada terkait kapan waktu terakhir penyembelihan. Mazhab Hanafi, Maliki, dan pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad membatasi hingga 12 Zulhijah, sementara Imam Syafi’i membolehkan sampai 13 Zulhijah. Sebagian besar ulama menyebut bahwa kurban bisa dilakukan hingga matahari terbenam pada 13 Zulhijah.
3. Banyak Berdoa, Terutama Doa Sapu Jagad
Hari tasyrik disebut sebagai waktu yang sangat mustajab untuk berdoa. Ini berdasarkan isyarat dari firman Allah, “Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia dan di akhirat serta lindungilah kami dari siksa neraka,” (QS. Al-Baqarah: 200–201).
Nabi Muhammad Saw. sendiri sering membaca doa ini, sebagaimana dalam riwayat Anas bin Malik, “Doa yang paling banyak dibaca oleh Nabi adalah: Allahumma rabbana atina fid-dunya hasanah wa fil-akhirati hasanah wa qina ‘adzaban-nar.” (HR. Bukhari no. 6389).
Doa ini disebut dengan “doa sapu jagad” karena mencakup kebaikan dunia dan akhirat. Para ulama salaf seperti Ikrimah dan Atha’ menganjurkan untuk membacanya sebagai salah satu amalan hari tasyrik yang utama.
4. Dzikir Saat Menyantap Makanan dan Minuman
Hari tasyrik juga merupakan hari bersyukur melalui kenikmatan jasmani seperti makan dan minum. Rasulullah Saw. bersabda, “Hari Arafah, hari Iduladha, dan hari-hari tasyrik adalah hari raya kita umat Islam, dan hari-hari untuk makan dan minum.” (HR. An-Nasa’i no. 2954).
Dalam hal ini, Islam mengajarkan bahwa aktivitas makan bukan hanya kebutuhan fisik, tetapi juga ruang untuk berdzikir. Memulai dengan bismillah dan menutupnya dengan alhamdulillah adalah bentuk pengakuan atas nikmat Allah.
Sebagai hari-hari yang dilarang untuk berpuasa, hari tasyrik memberikan ruang untuk menikmati rezeki dengan cara yang syar’i. Ini sekaligus menepis anggapan bahwa ibadah hanya berkutat pada hal-hal ritual yang berat. Justru, di hari tasyrik, menikmati makanan bersama keluarga dan sesama muslim adalah bagian dari ibadah yang berpahala jika disertai niat syukur dan dzikir.
Baca Juga:
2025 Waktunya Kurban Cerdas Dan Berkahnya Meluas
5. Menghidupkan Hari-Hari dengan Dzikir
Amalan hari tasyrik yang dianjurkan antara lain memperbanyak dzikir, seperti tasbih, tahmid, dan tahlil kapan pun dan di mana pun. Allah Swt. memerintahkan, “Maka berdzikirlah kepada Allah sebagaimana kamu menyebut nenek moyangmu, atau bahkan lebih dari itu,” (QS. Al-Baqarah: 200).
Bentuk dzikir ini bisa mencakup doa-doa pendek, pujian kepada Allah, dan refleksi iman sehari-hari. Kisah Umar bin Khattab yang bertakbir dari kemahnya hingga gema takbir menyebar ke seluruh Mina menjadi contoh nyata bagaimana suasana hari tasyrik seharusnya dipenuhi dengan kalimat thayyibah.
Bisa dibilang, hari tasyrik artinya peluang besar untuk memperkuat ketakwaan, khususnya setelah pelaksanaan kurban. Dengan mengisi hari-hari tasyrik dengan amalan sesuai tuntunan Rasulullah Saw., seorang muslim meneguhkan diri untuk terus meningkatkan taqwa pasca Iduladha.